Oleh : [Kiki] Rakhmawati Z
rakhmawati.zaki@gmail.com

Saturday, August 6, 2011

Bentuk Syukur Seorang Difabel

Prolog. Ajining diri ono ning lati. Ajining raga ono ning busana. Kata Ustadz Kirun. Tau artinya ? haha  kutransletin deh... Sebaris kalimat tersebut mengandung arti bahwa gambaran hati kita ada pada bagaimana cara kita berbicara dan pembawaan diri kita ada pada bagaimana cara kita berbusana.  Intinya begitu. Sudah tau kan. Cara kita berbicara adalah salah satu tolok ukur bagaimana orang lain memahami diri kita. Cara kita berbicara dan bagaimana sudut pandang kita dalam membicarakan sesuatu adalah gambaran kepribadian kita yang bisa dinilai secara langsung oleh yang mendengarnya. Terlebih lagi cara berbusana... itu mah sudah jelas ! walopun cara berbusana seseorang terkadang memang tidak jadi patokan untuk menilai seberapa tinggi ilmunya. Yah. Paling tidak taulah itu orang cenderungnya kemana...

Dalam ceramah yang di isi oleh Ustadz Kirun dalam acara ifthor di DPU-DT Jogja bersama masyarakat sekitar. Dikatakan bahwa secantik2nya wanita. Ketika cara berbicaranya kasar dan menyakitkan maka dia tetap tidak akan disukai. Perhatikan saja mereka yang membicarakan sesuatu yang tidak ada faedahnya. Ghibah. Gosip. Bukankah membicarakan orang lain terutama dalam hal kejelekan justru akan mengurangi pahala yang kita tabung dengan susah payah. Tanpa disadari dengan suka rela kita telah mentranfer pahala kita pada orang yang kita bicarakan kejelekannya. Jadi teringat sebuah tausyiyah dari seorang ustadz. Bahwa kelak di hari penghisaban akan ada seseorang di mana ketika di dunia dia melakukan kemaksiatan yang mungkin secara logika dia ‘harusnya’ masuk neraka. Tapi ternyata mahkamah akhirat menyelamatkannya karena timbangan kebaikannya justru lebih berat dari timbangan kamaksiatannya. Bagaimana bisa ? karena pahala kebaikan tersebut adalah pahala2 hasil transferan mereka yang membicarakan kejelekannya. Wallahualam. hanya Allahlah yang Maha Adil dalam hal perhitungan.

Point. Masih membahas tentang tausyiah Ustadz Kirun yang hanya sepenggal2 saja yang kupahami karena dijelaskan dengan bahasa jawa (inggil). Bahwa kita manusia harus pandai bersyukur. Ya. Bersyukur. Beliau mengisahkan seorang anak difabel yang beliau asuh. Beliau mengatakan bahwa sang anak sangat rajin melakukan shalat tahajjud. Padahal secara fisik anak tersebut bisa dikatakan memiliki keterbatasan yang lumayan. Tanpa kaki tanpa tangan. Bahkan untuk berjalan saja dia menggunakan (maaf) pantatnya. Tapi subhanallah... tiap tengah malam dia tak pernah absen bangun. Berwudlu. Dan qiyamullail.

Ustadz pernah bertanya kepada sang anak ‘Le, kamu kok rajin sekali shalat tahajjud ? kamu pingin syurga ya ?’ lalu jawab sang anak ‘ngga Bi, saya cuma ingin bersyukur sama Allah’, sang ustadzpun melanjutkan ‘dengan kondisimu yang seperti ini kamu masih bisa bersyukur Le ? lihatlah orang2 di luar sana yang dianugerahi kesempurnaan, mereka justru menghambur2kan nikmat yang telah Allah berikan’  pancing sang ustadz kepada anaknya ‘tentu saja saya harus bersyukur Bi, karena Allah ciptakan saya  sebagai manusia... bukan yang lain, coba kalo saya dijadikan kerbau sama Allah kaya kerbau punya tetangga. Tiap hari disuruh meladang. Dinaikin sama yang punya. Yang punya makan enak saya dikasih sisa. Badan sudah lelah masih saja disuru bekerja. Gimana saya ngga bersyukur Bi...’ subhanallah...

Teringat akan kesempurnaan yang kumiliki. Kesempurnaan fisik. Kesempurnaan keluarga. Kesempurnaan harta benda. Tapi sejenak bangun di tengah malam saja kadang masya Allah beratnya (warning ! indikasi iman yang sedang terkikis). Membayangkan mereka yang sempurna dengan segala polahnya akupun menjadi (afwan qablaha) ‘benci’ bagaimana bisa mereka bangga dengan kesombongnya...

Begitu mulia cara berfikir sang anak. Membuka mata ini akan sebuah fitrah. Fitrah manusia untuk selalu bersyukur atas semua nikmat yang telah Allah berikan. Memanfaatkannya untuk hal2 yang lebih mendekatkan diri padaNya. Sebagai bentuk syukur kita akan anugrah yang telah Allah berikan.

Dengan harapan yang begitu besar. Betapa indah ketika banyak manusia memiliki hati seperti sang anak. Betapa dunia akan terang benderang dengan manusia2 seperti dia... semoga Allah berikan petunjuk selalu dan memantapkan hati kita dalam bertindak. Ikhlas hanya demi mengharap ridhaNya. Tanpa melupakan syukur yang tiada pernah kita kira kedatangannya. Tidak hanya lewat kata. Tapi lewat persembahan fisik dengan berdiri di tengah malam buta. Memohon ampun dan memohon petunjuk pada Sang Maha Kuasa.

Sebenarnya ada hak Allah yang hanya bisa ditunaikan di malam hari. Dan ada hak Allah yang juga hanya bisa ditunaikan di siang hari. Dan jika tidak dilakukan pada waktu yang telah ditetapkan. Maka Allah tidak akan menerimanya.

Pesan seorang sahabat Rasulullah (afwan lupa... Kalo tidak salah Ali Bin Abi Thalib) dan afwan karena mungkin tidak sama persis dengan kata2 aslinya. Tapi pointnya kira2 seperti itu.
_____________
Inspiring Room. Yogyakarta
Sabtu, 6 Ramadhan 1432 H / 6 Agustus 2011
Dalam Semangat Ramadhan H+6 “Keep Istiqomah”

No comments:

Post a Comment

Let make a friend, be closer with silaturahim... trust that someday Allah will unite us :DDD