Oleh : [Kiki] Rakhmawati Z
rakhmawati.zaki@gmail.com

Friday, October 12, 2012

Pelukan Sang Bidadari

Kategori: Cerpen Islami
Karya: Qiela Monaza AlAdwa

PELUKAN SANG BIDADARI

Wajah ‘Aisya berbinar sekaligus terharu ketika Teh Nini memeluknya erat dengan senyum ala bidadari syurga. Cantik. Harum. Sejuk dipandang.  “Subhanallah...” batin ‘Aisya. Ahirnya ‘Aisya bertemu juga dengan sosok yang sudah sejak lama dia kagumi. Teh Nini. Istri seorang Da’i muda yang sempat naik daun. “Alhamdulillah...” ucapnya sekeluarnya dia dari sebuah Masjid.

Dalam hati, ‘Aisya berkata pada dirinya sendiri, bahwa setiap wanita pada dasarnya bisa menjadi bidadari di dunia sekaligus di syurga. Pesona tersebut akan keluar dengan sendirinya. Anugerah yang memang Allah karuniakan kepada wanita-wanita shalihah perindu syurga. Satu pelajaran berharga diperoleh ‘Aisya hari ini. Berkat pertemuannya dengan wanita yang dia rindukan sejak lama. Sekalipun dia sering memandangnya dalam majlis taklim yang pernah di ikutinya. Tapi kedekatannya hari ini memberinya pelajaran berharga yang tidak mungkin secara kebetulan di dapatkannya.

Sudah hampir sebulan ini ‘Aisya tinggal di Kota Kembang. Paris Van Java. Pusat fashion Indonesia masyarakat mengenalnya.

Sejak menjejakkan kakinya di Kota Kembang, ‘Aisya sudah memantapkan tekadnya untuk belajar dan meraup pengalaman. Pasca kelulusannya dari sebuah universitas negeri di Kota Pelajar, ‘Aisya mulai menyadari perjuangan kehidupan yang sebenarnya. Kekhawatirannya akan semakin berkurangnya umur, bertemunya dia dengan kedewasaan, dan semakin banyaknya tanggungjawab baru yang lebih berat yang harus dia emban yang semakin dirasakannya, membuatnya semakin semangat untuk belajar dan terus belajar. Facing the real world. 

Pagi itu ‘Aisya bersiap untuk pergi. Hampir sebulan dia tinggal, tapi dia sama sekali belum pernah mengunjungi Ponpes tempat bidadari cantik itu tinggal. Padahal keinginan itu sudah terucap lama sejak dia memutuskan untuk pindah. Tanpa tau arah, dia memberanikan diri untuk berkunjung. Bersilaturrahim. Bersama dua rekannya yang lain yang kebetulan akan pergi jalan-jalan, dia berpamitan kepada pemilik asrama tempat dia tinggal.

“Ayo ikut”, ucap Bapak paruh baya yang tidak lain adalah Pak Tampubolon, Executive Manager tempat ‘Aisya menimba ilmu selama beberapa waktu ke depan ketika dia dan dua rekannya berjalan menuju tempat dimana delman mangkal. Terlihat dua anak laki-laki lucu dan seorang wanita cantik di dalam mobil elegan berwarna silver yang dibawanya.

Sejak awal, ‘Aisya mendapati bahwa pimpinannya adalah seorang yang baik sekalipun originaly dia adalah seorang batak. Tanpa malu-malu ‘Aisya dan kedua rekannya pun masuk ke dalam Nisan Livina silver dihadapan mereka, dan di antarlah hingga ke pusat kota tempat angkot menuju lokasi yang di tuju mangkal. Mereka cukup dekat dengan sang Bapak. Selain baik, dia juga tak rikuh dengan staff yang secara struktural berada di bawahnya. Seringali dia manawari untuk jalan-jalan keliling kota atau menghadiri event-event ala anak muda, tapi ‘Aisya menolak. Dan rekan-rekannya pun menghormatinya. Ketikapun waktu luang menyapa, ‘Aisya lebih suka menghabiskan waktu luangnya untuk menulis, beraktifitas ala anak rumahan, dan sesekali berjalan-jalan keluar kota mencari udara segar atau sekedar mengunjungi sahabat dan saudaranya. ‘Aisya adalah sosok wanita ‘muda’ yang biasa saja, tapi kepeduliannya akan generasi mendatang begitu menggebu. Dia ingin menjadi wanita penggubah ‘dunia’ melalui keluarga kecilnya kelak. Sebuah mimpi besar seorang wanita biasa. 

“ ’Aisya nanti pakai angkot elf yang ke arah kiri, bayarnya duaribu saja”, ucap wanita cantik yang duduk disampingnya. “Lasta dan Ratu ke arah kanan pake angkot warna telur asin, bayarnya tigaribu”, tambah wanita itu sembari menyunggingkan senyum. “Hati-hati ya di jalan”, pesan Pak Tampubolon. Mereka bertiga pun berpisah di persimpangan jalan layang yang terlihat padat tempat berbagai jenis jalur angkot berlalu lalang.

Mata ‘Aisya berbinar dan hatinya berbunga ketika dia masuk ke dalam angkot yang akan mengantarnya menuju Ponpes tempat bidadari yang di idamkannya tinggal. “DT ya Pak”, ucap ‘Aisya pada Pak Sopir, sopir angkot itu terlihat masih muda. Tetapi urat yang membekas di  tangan dan lehernya menampakkan bahwa dia sudah sejak lama menghabiskan waktunya bekerja keras di bawah terik panas. “DT disini Neng”, ucap Pak Sopir pada ‘Aisya. ‘Aisyapun menyerahkan selembar uang duaribuan yang sudah disiapkannya sejak menaiki angkot. “Trimakasih Pak”, ucap ‘Aisya. “Sama-sama Neng”, jawab Pak Sopir ramah.

Neng. Sejak awal sampai di Kota tersebut, ‘Aisya memang merasa asing dengan sapaan itu. Terlebih lagi bahasa origin yang tidak dia pahami sama sekali.

Sembari menyusuri jalan lokal yang dipenuhi oleh pedagang kaki lima, ‘Aisya membenahi kerudung merah maroonnya yang tersangkut tas hijau army mungil sederhana di lengan kanannya. Gamis putih gading bercorak kotak merah dan weight dash berukuran kecil yang dikenakannya adalah hasil karyanya sendiri. ‘Aisya menyukai dunia design. Memiliki butik muslim adalah impian besar ‘Aisya yang lain. Dia ingin mememperkenalkan karyanya pada wanita-wanita modern bahwa dengan pakaian tertutup pun mereka akan tetap terlihat cantik dan mengagumkan, karena memakai atribut yang di syari’atkan adalah kewajiban yang tidak bisa ditentang.

15 menit sudah ‘Aisya menyusuri jalan itu, dan sampailah dia di tempat yang di tuju. Sayup-sayup dia mendengar ceramah dari dalam masjid bergaya minimalis yang akan dimasukinya. ‘Aisya pun melihat jam di tangan kirinya, pukul 10.30. “Bismillahirrahmaanirrahiim...” ucap ‘Aisya seraya memasuki masjid yang terlihat sangat bersih dan rapi hampir tanpa cela. Di pintu masuk bertuliskan “batas suci” ‘Aisya mendapati sandal dan sepatu terjejer rapi. Diapun mampir sejenak di lorong pintu akhwat karena melihat deretan lembaran pengumuman di lemari terbuka yang memang disediakan untuk para pengunjung. Tanpa ragu ‘Aisya mengambil lembaran-lembaran itu. Lalu dilanjutkan dengan menyusuri lorong pendek yang berujung tangga menuju ke lantai dua. Di bawah tangga terlihat toilet muslimah yang bersih, rapi dan dipenuhi kaca separuh badan hampir di sepanjang tembok tempat berwudlu. Toiletpun terlihat syar’i dengan letak kakus yang menyerong ke kanan 45 derajat dari arah kiblat (barat laut.red) sehingga tidak menghadap atau membelakangi kiblat. Setelah berwudlu, ‘Aisya menaiki tangga menuju ke lantai dua. Didapatinya ibu-ibu dan wanita muda yang sedang menyimak ceramah dari seorang ustadz muda yang belum dikenalnya.

Dzuhur menjelang. Jam menunjuk pukul 11.45 dan penceramah mengahiri kajiannya dengan memberikan pengumuman agar jama’ah bersiap untuk menyambut dzuhur, dan yang membuat ‘Aisya terkejut adalah pengumuman berikutnya, bahwa pukul 13.00 Teh Nini akan datang. Kebetulan yang tidak mungkin hanya kebetulan. Kejutan Allah sering kali membuat ‘Aisya berucap syukur. Sejak mula, ‘Aisya hanya berniat untuk mencari informasi terkait kegiatan di sana untuk mengisi kebutuhan ruhiyahnya, tetapi Allah sekaligus mempertemukannya dengan bidadari yang dia idamkan.

Panggilan shalat pun datang. Sebagian besar jama’ah melakukan shalat qabliyah sebelum iqamah dikumandangkan. Pasca shalat dzuhur, sembari menunggu kedatangan Teh Nini, jama’ah bertilawah menggemakan lorong masjid mungil nan bersih yang dipenuhi pelapis kayu di temboknya. Membuatnya terlihat klasik dan elegan. Hingga terdengar pengumuman bahwa bidadari yang diidamkan ‘Aisya telah tiba. Gamis biru dongker berpayet bunga sederhana di bagian bawah yang dikenakannya membuatnya terlihat segar dan percaya diri. Cantik. Sejuk. Agak lama wanita itu berada dibalik tiang masjid bersama seorang balita mungil cantik yang membuat wajahnya tak terlihat. Lalu wanita itupun melangkah ke mimbar kayu bercat coklat dengan tempat duduk rotan dengan perpaduan gaya klasik tetapi terlihat modern di depan jama’ah wanita. “ma’aaaf... cucuuu”, ucap wanita cantik itu sambil membetulkan posisi duduknya. “Cantik”, gumam ‘Aisya. “Menyejukkan sekali dipandang, benar-benar bidadari dunia”.

“Asiyah, The Truly Beauty”, ucap Teh Nini mengeja. “Susah ya bacanya, maklum saja karena saya belum bisa bahasa inggris”, tambahnya merendah. Tema inilah yang akan di angkat. ‘Aisya memperhatikan dengan seksama, dari gaya bicaranya, caranya menyampaikan, dan gerak-geriknya, memang menandakan bahwa wanita dihadapannya adalah sosok wanita cerdas lagi lemah lembut. ‘Aisya pun semakin kagum. Pantaslah Teh Nini mendapatkan sosok Da’i muda yang memiliki keberagamaan kuat dan berwawasan luas. Tak beda jauh darinya. Dan tentu saja kebersamaan tersebut membuat mereka semakin kuat mencintai Allah dan saling menguatkan dalam kebaikan.

“Aisyah adalah sosok yang cerdas lagi tawaddu’ ”, wanita berparas cantik itu menyampaikan dengan intonasi yang ditekan. Menunjukkan bahwa sang ummul mukminin adalah sosok yang dikaguminya. “Nabi seringkali mendapatkan wahyu ketika tidur bersamanya”, ucapnya. “Tentulah ini bukan sebuah kebetulan, tetapi karena Allah tau bahwa Aisyah adalah wanita cerdas yang memiliki daya ingat kuat dan akan sangat membantu Nabi dalam menyampaikan risalah, bahkan ketika Nabi wafat, banyak para sahabat yang menjadikan Aisyah sebagai rujukan”, tambahnya. “Karena beliaulah yang paling sering bersama Nabi setelah wafatnya Khadijah. Yang memahami betul bagaimana akhlaq sang Nabi. Yang melihat gerak-gerik Nabi dari bangun tidur hingga tidur kembali. Bagaimana posisi tidurnya, bagaimana cara mandi janabahnya, bagaimana cara berwudlunya, bagaimana cara makannya, bagaimana cara shalatnya, dan semua gerak-gerik selama masa hidupnya”.

“Banyak hadist yang diriwayatkan oleh Aisyah dibandingkan oleh istri-istri Nabi yang lain, dan itu menunjukkan bahwa dia adalah sosok yang cerdas dan memiliki daya ingat yang tajam. Beliaupun suka memuji istri-istri Nabi yang lain, sebuah kisah menunjukkan sifat tawaddu’nya yang tinggi, jelas Teh Nini, “yaitu ketika beliau hendak wafat. Ketika itu beliau sakit, dan dengan usianya yang sudah masuk masa senja, menyadarkanya bahwa waktunya sudah dekat. Satu-persatu sahabat pun menengoknya dan mendoakannya. Hingga sampailah salah seorang sahabat. Tetapi Aisyah menolaknya. Karena dia tau bahwa sahabat yang datang tersebut akan memujinya. Dan dia tidak menginginkan itu. Bahkan dia berucap bahwa dia ingin menjadi orang yang dilupakan”.

“Aisyah adalah istri Nabi yang mendapat julukan humaira karena pipinya yang merah merona walaupun tidak diberi blush on. Selain itu beliau juga mendapat julukan Ashshiddiqqoh yaitu wanita yang dipercaya seperti ayahandanya Abu Bakar Ashshiddiq, sahabat terdekat Rasul. Sejak masa kecilnya, dia sudah hidup dalam lingkungan tauhid dan sudah menampakkan kecerdasannya. Nabi pernah mendatanginya ketika beliau sedang bermain layaknya anak kecil sebayanya karena memang umurnya ketika menikah dengan Nabi masih sangat muda, 6 tahun. Nabi melihatnya membawa boneka kuda bersayap. Lalu Nabi bertanya, “Aisyah, adakah kuda yang bersayap?”. “Bukankah kuda Nabi Sulaiman memiliki sayap”, jawabnya, dan Nabi pun tersenyum. Dengan umur semuda itu, beliau sudah memilki pengetahuan dan kecerdasan yang luar biasa”.

Kisah yang paling berkesan bagi ‘Aisya adalah ketika Aisyah mendapatkan ujian fitnah. Walaupun ‘Aisya memiliki koleksi buku shirah shahabiyah, dia selalu merasa senang walaupun kisah tersebut sering kali di ulang dalam ceramah yang di ikutinya baik secara audio maupun visual. Bagi ‘Aisya, kisah tentang para sahabat dan sahabiyah adalah kisah yang selalu terdengar indah. Teh Nini pun menyampaikannya dalam ceramahnya. “Ketika itu Aisyah ikut pergi bersama rombongan, ketika dalam perjalanan, Aisyah pergi ke suatu tempat untuk berhadas. Lalu ketika kembali dia mendapati kalungnya tidak ada. Diapun kembali ke tempat semula dan mendapati kalungnya yang tertinggal, tetapi ketika dia kembali ternyata rombongan sudah tidak ada. Tubuhnya yang kecil membuat penuntun onta yang membawa Aisyah tidak menyadari bahwa Aisyah belum masuk ke dalam tandu. Hingga ahirnya diapun tertinggal. Aisyah pun menangis hingga ketiduran. Dan ternyata ada salah seorang sahabat yang tertinggal di belakang dan dia menemukan ummul mukminin tertidur. Diapun mengajak Aisyah untuk menaiki ontanya dan menuntunnya, mereka hanya berjalan berdua, dan Allah menjadi saksi sepanjang perjalanan mereka. sesampainya di kota, seorang Quraisy memfitnahnya. Hingga tersebarlah berita itu di kalangan sahabat hingga Nabi. Pada mulanya Nabi tidak terhasut oleh berita itu, tetapi karena berita tersebut sudah menyebar begitu luasnya ahirnya beliau terpengaruh oleh kondisi. Hingga beliau mendiamkan Aisyah selama 40 hari lamanya. Dari sini kita belajar, bahwa Nabi juga manusia biasa yang juga bisa terhasut layaknya manusia kebanyakan. Hikmah lainnya adalah, bahwa Aisyah, Rasul dan para sahabat justru lebih sering di uji keimanan dan kesabarannya, bahwa ujian yang semakin berat akan ditimpa oleh mereka yang semakin mendekatkan diri pada Allah, sehingga bisa menjadi ibrah bagi umat setelahnya. Hingga ahirnya Allah membela sang ummul mukiminin melalui firman-Nya”.

Kisah itu selalu terngiang di telinga ‘Aisya. Indah sekali. Betapa mulianya sang ummul mukminin hingga Allah membelanya dan mendokumentasikan dirinya dalam Al-qur’an, Kitab Suci yang hingga kini menjadi acuan dan pedoman hidup jutaan muslim di dunia.

“Ketika Aisyah berumur 4 tahun, Allah mengabarkan Nabi dengan memberikan gambar wajah Aisyah dalam mimpinya dua kali. Dia akan menjadi istrimu kelak. Jibril mengabarkan”. “Subhanallah, betapa mulianya wanita pemilik pipi merah itu. Sang ummul mukminin. Betapa mulianya beliau. Malaikat Jibril yang mengabarkan, pemimpin dari pemimpin para malaikat. Utusan pemilik alam semesta”, batin ‘Aisya.

Keinginan ‘Aisya untuk bertemu dan melihat betapa sempurnanya istri Nabi begitu menggebu, walaupun ‘Aisya hanya manusia biasa yang masih sangat jauh dari predikat shalihah, apalagi sempurna. 

‘Aisya pun kembali ke asramanya dengan bahagia. Sepanjang perjalanan tak hentinya ‘Aisya berucap syukur karena dia mendapatkan pelajaran yang lebih dari yang dia cari. Belum lagi dipeluk oleh sang bidadari dunia yang dia idamkan sejak lama. Tentu saja, pengalaman ini akan semakin menguatkan dirinya untuk tetap kokoh menembus zaman. Mendidik Aisyah masa depan.

[09102012]-[06:13-08:59]
Paris Van Java