“Mb Kiki shalat?” suara
lembut membangunkanku dari lelap. Kupandang jam digital di handhphoneku, pukul
03.20. Kurenggangkan tangan dan badan. Mencoba menyadarkan diri dari kelelapan,
“Ngga dek...” Tertatih aku menuruni tangga, hampir saja terhuyung menabrak pintu. Ternyata kesadaranku belum pulih sepenuhnya. Akupun beranjak membersihkan
diri dan membangunan mereka yang masih terlelap dalam mimpi.
Kusiapkan keperluan
yang akan kubawa untuk aktifitas hari ini. Sembari menunggu yang lain shalat, kutata ruang kelas kemudian sekilas membaca catatan kecilku.
Catatan kecil yang memuat rencana aktifitas dan beberapa hal yang harus
kuselesaikan hari ini. Sebuah rencana mini yang semoga saja mengantarkanku pada pencapaian mimpi. Bismillah.
Jam menunjuk pukul
05.15. Anak-anak sudah menempatkan diri di tempat duduknya masing-masing. Kicauan
mereka menghangatkan suasana subuh yang dingin. Tetapi sesaat kemudian berubah
menjadi tenang. Abi datang.
Materi pagi ini,
Qawa’id Fiqh. Abi mengajak kami berdiskusi untuk merefresh materi yang telah
beliau sampaikan. Beragam pertanyaanpun terlontar. Hingga sampailah pada pembahasan HISAB.
Sederet kalimat membuatku merenung sejenak, “Bahkan peniti yang kalian milikipun akan dihisab, untuk apa kalian gunakan?” sederet kalimat sederhana namun penuh makna.
Sederet kalimat membuatku merenung sejenak, “Bahkan peniti yang kalian milikipun akan dihisab, untuk apa kalian gunakan?” sederet kalimat sederhana namun penuh makna.
Kutengokkan kepalaku
kekiri dan kekanan, kulihat sebagian anak-anak bertumbangan “Bangun! Bangun!
Ta’awudz! Ta’awudz!” suara Umi mengagetkan. Kemudian
beliau berjalan ke depan dan dengan lantang mengatakan, “Majlis taklim itu di
penuhi oleh malaikat, mereka berdoa dan bershalawat untuk kita sepanjang majlis taklim berlangsung, mereka telah mendoakan kita, maka sudah selayaknya kita membalasnya denga bersugguh-sungguh belajar.” Senyum hangat tersungging dari bibir Umi, “untuk masalah tugas, ujian, kuliah, kita mudah sekali meminta izin tanpa mempertimbangkan konsekuensi ketertinggalan. Lalu bagaimana dengan
Fiqh. Akhlaq. Aqidah... dan Alqur’an?? Mana porsi untuk belajar mencintai Allah lebih dalam? Dunia itu
hanya tempat bersinggah anak-anakku” wajah Umi memerah, dan tiba-tiba butiran bening mengalir dari
mata beliau. Serentak kami terdiam. Tetesan-tetesan air mata tiba-tiba berjatuhan dan mengharubirukan
suasana pagi itu. Betapa nistanya kami.
“Taukah kalian? Satu
peniti yang kita milikipun akan di hisab. Coba beritahu Umi, berapa banyak peniti cantik yang kalian punya. Untuk apa kalian gunakan? Untuk menarik perhatian? Berapa
banyak baju yang kalian punya. Berapa banyak barang yang kalian punya... Semakin
banyak barang dan harta yang kalian miliki, maka semakin banyak pula tanggungjawab
yang akan diminta”
Apa saja
yang kumiliki? Apa saja yang kusimpan dalam lemari dan rumahku? Untuk apa mereka aku gunakan. Sungguh
para sahabat memanfaatkan kekayaan mereka untuk berjihad di jalan Allah, tidak
hanya harta, bahkan jiwa. Lalu kita?? Lihatlah Abu Bakar, bahkan beliau tidak
menyisakan harta sedikitpun untuk istri ataupun anak-anaknya ketika beliau
meninggal, “cukuplah Al-qur’an dan Sunnah yang kutinggalkan untuk mereka”. Maha
Besar Allah yang membuat hati para sahabat begitu cinta Kepada-Nya dan Rasul-Nya. Semoga kita di
anugerahi perasaan itu... Amin.
_____________________
Rumah tarbiyah, Yogyakarta
Rabu, 11 Juli 2012 [12:55]
Rabu, 11 Juli 2012 [12:55]
No comments:
Post a Comment
Let make a friend, be closer with silaturahim... trust that someday Allah will unite us :DDD